Langsung ke konten utama

TUHAN, bebanku berat...


TUHAN, bebanku berat...
>
>"Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil
>membanting pintu kamarku dan bersender. "Tidak adakah
>istirahat dari hidup ini?"
>
>Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi
>telingaku dengan bantal.
>
>"Ya Tuhan," aku menangis, "Biarkan aku tidur...Biarkan
>aku tidur dan tidak pernah bangun kembali!" Dengan
>tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku
>untuk melupakan.
>
>Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku, Lalu,
>suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku
>ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku
>pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan
>salib.
>
>"Anakku," orang itu bertanya, "mengapa engkau datang
>kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu?"
>
>"Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa
>melanjutkannya. Kau lihat! betapa berat hidupku. Lihat
>beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa
>mengangkatnya lagi."
>
>"Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu untuk
>datang kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban
>berat, karena Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.
>Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun
>ringan."
>
>"Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi
>kenapa bebanku begitu berat?"
>
>"Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban.
>Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?"
>
>"Aku bisa melakukan hal itu?"
>
>Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan
>kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini. Semua salib itu
>berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang
>yang memikulnya.
>
>"Itu punya JALUTTOP ," kataku.
>
>Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal di
>lingkungan yang nyaman dan memiliki 3 anak perempuan
>yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus.
>Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil
>Cadillac suaminya kalau mobilnya rusak.
>
>"Umm, aku coba punya JALUTTOP . Sepertinya hidupnya
>tenang-tenang saja. Seberat apa beban yang Joan
>panggul?" pikirku.
>
>Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di
>pundakku. Aku langsung terjatuh seketika. "Lepaskan
>beban ini!" teriakku. "Apa yang menyebabkan beban ini
>sangat berat?"
>
>"Lihat ke dalamnya."
>
>Aku membuka ikatan beban itu dan membuka nya. Di
>dalamnya terdapat gambaran ibu mertua Joan, dan ketika
>aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara,
>"Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan
>pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu.
>Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku..."
>
>Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat
>gambaran yang lain. Itu adalah miNAR , adik terkecil
>Joan. Kepala mINAR  dibalut sejak operasi epilepsi yang
>gagal itu.
>
>Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia
>kecanduan narkoba,telah dijatuhi hukuman karena
>membunuh seorang perwira polisi.
>
>"Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat,
>Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong
>orang lain. Aku tidak menyadarinya..."
>
>"Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan
>dengan pelan.
>
>Aku mencoba beberapa. Beban Paula terasa sangat berat
>juga: Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.
>Debra punya juga demikian: masa kecilnya yang dinodai
>olah penganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.
>Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin
>mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit
>Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh
>sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.
>
>"Beban mereka semua sangat berat, Tuhan" kataku.
>"Kembalikan bebanku"
>
>Ketika aku mulai memasang bebanku kembali, aku merasa
>bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
>
>"Mari kita lihat ke dalamnya," Tuhan berkata.
>
>Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat. "Itu bukan
>ide yang baik," jawabku,
>
>"Mengapa?"
>
>"Karena banyak sampah di dalamnya."
>
>"Biar Aku lihat"
>
>Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku
>membuka bebanku. Ia mengambil satu buah batu bata dari
>dalam bebanku.
>
>"Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."
>
>"Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu
>kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di
>beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini.
>Tetapi kami tidak memiliki asuransi, dan ketika
>anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka
>ke dokter. Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter
>gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian
>bekas."
>
>"Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu.... dan
>semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan
>yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah
>tidak membuat seorang berharga di mataKu."
>
>Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak
>laki-laki.! "Dan yang ini?" tanya Tuhan.
>
>"Andrew..." aku menundukkan kepala, merasa malu untuk
>menyebut anakku sebagai sebuah beban.
>
>"Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa
>diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat
>kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang
>membalutnya berpikir akulah yang menganiayanya. Aku
>berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku
>benar-benar menyakitinya..."
>
>"Anak-Ku," Tuhan berkata. "jika kau percayakan
>kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika
>engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh
>Kudus, aku akan memberikan engkau kesabaran."
>
>Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.
>
>"Ya, Tuhan.." aku berkata sambil menarik nafas
>panjang. "Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi
>semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku.
>Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya
>kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk pergi ke salon.
>Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku
>benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku!"
>
>"Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan
>luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya
>hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh
>pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu.
>Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar.
>Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu,
>kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan
>waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku."
>
>Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari
>sebelumnya. "Aku pikir aku bisa menghadapinya
>sekarang," kataku,
>
>"Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang
>terakhir." kata Tuhan.
>
>"Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa
>mengatasinya."
>
>"Anak-Ku, berikan kepadaKu."
>
>Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan
>tangan-Nya, dan untuk
>
>pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.
>
>"Tuhan....Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh
>dengan luka!!" Aku tidak lagi memperhatikan bebanku,
>aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya. Dan pada
>dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam... tampaknya
>seseorang telah menekan mahkota duri terlalu dalam ke
>dagingNya.
>
>"Tuhan," aku berbisik. "Apa yang terjadi dengan
>Engkau?"
>
>Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.
>
>"AnakKu, kau tahu itu. Berikan kepadaku bebanmu. Itu
>adalah milikKu. Aku telah membelinya."
>
>"Bagaimana?"
>
>"Dengan darah-Ku"
>
>"Tetapi kenapa Tuhan?"
>
>"Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang
>tak akan punah dengan waktu. Berikan kepadaKu."
>
>Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu
>ke tangan-Nya yang terluka. Beban itu penuh dengan
>kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan,
>egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku. Kemudian
>Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu
>ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.
>Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa
>besarnya.
>
>"Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan
>bersamamu selalu. Ketika kau berada dalam masalah,
>panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan
>hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang."
>
>"Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu."
>
>Aku mengambil kembali bebanku.
>
>"Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.
>Kau lihat beban-beban itu? Mereka adalah kepunyaan
>orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu,
>yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth... Ketika kau
>meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya
>bersamamu. Ingat, kuk yang Kupasang itu enak dan
>beban-Ku pun ringan."
>
>Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai
>menghilang. Namun, masih kudengar suaraNya berbisik,
>"Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu."
>
>Saat itu, aku merasakan damai sekali di hatiku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Kelas XI IPS AKuntansi Selama USBN kelas 12

SOAL KASUS: Berikut beberapa transaksi yang terjadi di Perusahaan “Salon Anggi ” Selama bulan Januari 2013 1/1/2013 Ibu Anggi mendirikan usaha salon yang ia beri nama Salon Anggi. Ibu Anggi menginvestasikan uang sebesar Rp. 200.000.000 sebagai modal awal dalam usahanya itu. 2/1/2013 Ibu Anggi menyewa sebuah ruko untuk salon yang akan ia dirikan dengan masa kontrak 5 tahun. Kontrak tersebut di tetapkan Rp. 5.000.000 setiap tahun dan dilakukan pembayaran di muka selama 5 tahun. 2/1/2013 Membeli sebuah meja dan komputer untuk peralatan kantor pribadi Rp. 7.500.000 3/1/2013 Ibu Anggi membeli peralatan salon dengan pembayaran tunai sebesar Rp. 30.000.000 4/1/2013 Ibu Anggi membeli satu set tenda perjamuan lengkap dengan kursi dan panggung pengantin senilai Rp. 50.000.000. Ibu anggi membayar sebesar 20.000.000 dan selebihnya dilakukan perjanjian dibayarkan kapan saja dalam maksimal waktu 6 bulan tanpa bunga. 5/1/2013 Ibu Angg...

Metode Pendidikan Ala Bangsa Israel

PENERAPAN PENDIDIKAN KRISTEN PERJANJIAN LAMA DALAM ERA MODERN Ulangan 6 ; 1 – 9 3 Yoh 1 : 4 Pendidikan merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Sementara itu Samuel Sijabat mengutip definisi dari Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.1 Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat pasti terlibat di dalam pendidikan baik itu formal maupun informal. Itulah sebabnya, pendidikan tetap menjadi topik yang sangat penting untuk dibahas. I. MENGAPA PENDIDIKAN ITU SANGAT PENTING BAGI ANAK DITINJAU DARI SEGI KEJIWAAN 1. Apa yang dialami s...